Aksara jawa
Sumber: http://sus-mita.blogspot.co.id/2015/12/aksara-jawa.html
Baru-baru
ini berita mengenai polemik aksara jawa sempat tersiar kembali. Di situ
disebutkan mengenai awal kemunculan aksara tersebut sampai dengan artinya yang
buruk dan ganjil. Kemunculan aksara jawa dimulai sejak kepemimpinan Amangkurat
II, sosok raja Kasunanan Kartasura yang dianggap anteknya Belanda. Oleh karena
itu, kemunculan aksara jawa ini juga diduga menyimpan motif-motif tertentu
(yang menguntungkan penjajah). Terlepas dari benar atau tidaknya, ini sungguh
mengejutkan mengingat aksara jawa juga sempat diajarkan di sekolah-sekolah.
Saya pun sempat mengenyam pelajaran tersebut.
Aksara
jawa sendiri merupakan salah satu alat untuk menelusuri jejak sejarah di
Indramayu, misalnya melalui teks babad, tembang macapat, “naskah jejer”, dan
teks tarekat atau tauhid yang banyak memuat bahasa arab. Ia bukanlah
satu-satunya aksara yang digunakan di Indramayu zaman dulu, masih ada aksara
lain seperti aksara pegon dan latin. Menurut
data sejarah, di wilayah Jawa Barat terdapat tujuh aksara dan bahasa yang
pernah digunakan. Ketujuh aksara (huruf) yang dimaksud adalah aksara-aksara
Pallawa, Jawa Kuno, Sunda kuno, carakan/Jawa Barat, cacarakan/Jawa, pegon/Arab,
dan latin; sedang bahasanya adalah sansekerta, Melayu kuno, Jawa kuno, Sunda
kuno, Jawa pertengahan, Arab, dan Sunda.
Naskah kuno Indramayu dan draft terjemahannya
Sumber: bloggermangga.com
Aksara
jawa banyak terdapat di dalam naskah kuno, sedang mayoritas dari naskah kuno
Indramayu dimiliki oleh para dalang. Mereka biasa pentas menggunakan teks yang
umumnya bertuliskan aksara jawa. Meski demikian, masih banyak keluarga pewaris
naskah tersebut yang tidak mengetahui arti dari tulisan ini. Masih banyak yang
menghubungkannya dengan tradisi-tradisi klenik, semacam menggunakannya sebagai
jimat atau menyimpannya di tempat-tempat keramat.
Sadar
atau tidak bangsa Indonesia semakin dijauhkan dengan bahasa dan aksaranya
sendiri. Padahal, penguasaan ini sangat penting. Buya Hamka pun mengakuinya.
Akhirnya, banyak hal yang menyangkut sejarah Indonesia harus ditanyakan kepada
ahli-ahli dari luar negeri. Lucu, mengapa orang luar negeri yang lebih tahu
dari kita tentang sejarah kita sendiri? Faktanya, menurut Kepala Perpustakaan
Proklamator Indonesia, Soeyatno, pada konferensi pers acara Workshop Nasional,
Pameran Kitab dan Naskah Jawa Klasik Nusantara dan Kunjungan Peradaban, Rabu
(16/9/15) di Gedung Widyaloka, Universitas Brawijaya (UB), sebanyak kurang
lebih 26 ribu naskah jawa klasik, ternyata tidak dimiliki oleh Indonesia.
Naskah tersebut tersebar di negara luar, khususnya di Inggris dan Belanda.
Padahal, naskah tersebut umumnya berisi tembang macapat, kisah sejarah, ilmu
pengetahuan, kebudayaan bahkan pendidikan. Bahkan saat ini pun masih banyak
naskah jawa klasik yang belum diketahui isinya karena orang yang mampu
menerjemahkan aksara jawa kuno masih sangat minim.
Ki Tarka
Sumber: Bloggermangga.com
Kasus
lain yang penting dicermati dari sejarah misalnya terdapat pada peristiwa
Gerakan 30 September tahun 1965. Sebuah artikel yang saya baca sempat
memunculkan 5 versi dalang di baliknya. Atau berbagai kasus terkait budaya kita
yang berkali-kali coba diakui oleh bangsa lain. Pada kasus naskah, naskah Laga
Ligo dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan misalnya, baru setengah isinya saja yang
diketahui. Naskah tersebut kini hanya disimpan di Belanda karena di sini tidak
ada tenaga ahli penerjemah yang dapat mengartikan sekaligus merawatnya dengan
baik.
Sangat
jelas bukan, ketidakpahaman akan aksara dan bahasa asli bangsa Indonesia di
masa lalu bisa menyebabkan kekaburan sejarah. Sejarah berpotensi
diputarbalikkan, diterjemahkan secara tidak tepat (dikarang), atau dicari-cari
kelemahannya.
Museum Bandar Cimanuk
Sumber: http://log.viva.co.id/news/read/752958-mengenal-sejarah-indramayu-dari-museum-bandar-cimanuk
Saya
meyakini bahwa sejarah adalah milik penguasa. Penguasalah yang kemungkinan
besar akan menuliskan/mencatatkan sejarah dengan versinya sendiri. Atau
setidaknya, sejarah adalah milik orang yang mau mencatatkannya.
Memang,
di Indramayu sudah ada Ki Tarka (Tarka Sutarahardja) yang peduli akan aksara
jawa. Selain ahli dalam menerjemahkan aksara tersebut, ia juga mendirikan
sanggar aksara jawa Indramayu di rumahnya, di Desa Cikedung Lor, Indramayu.
Walau di sini pun masih ada kendala, naskah-naskah terjemahan yang ditulisnya
belum bisa dipublikasikan luas karena terkendala dengan biaya percetakan dan
penerbitan. Di Indramayu pun sudah ada Museum Bandar Cimanuk, museum yang pembangunannya
digagas oleh 15 orang termasuk Ki Tarka. Di dalam museum yang terletak di jalan
Veteran No. 3 ini terdapat aneka benda yang mampu mengungkap tentang sejarah
keberadaan Indramayu, sejarah sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan serta
seni dan budaya di kabupaten Indramayu; termasuk beberapa buku bertuliskan
huruf jawa. Namun, jika pada sejarah yang dipelajari terdapat kekaburan, itu
berarti ada “lubang” di dalamnya. Ini adalah gambaran dari sejarah masa lalu dan
hubungannya dengan masa kini, yaitu ada potensi kekaburan sejarah, kurang
mampunya merawat benda-benda bersejarah, sedikitnya orang yang mampu
menerjemahkan sejarah, dan kurangnya minat generasi masa kini terhadap sejarah.
Bung
Karno pernah mengatakan tentang JAS MERAH (Jangan Melupakan Sejarah). “Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.” Begitu ucap presiden
pertama RI tersebut. Sekarang mari kita lihat hubungan antara masa kini dan
masa depan! Maksud saya adalah di masa depan, masa tempat kita berada saat ini
adalah sejarah. Nah, bagaimana agar kesalahan-kesalahan atau
kekurangan-kekurangan di masa lalu bisa kita antisipasi?
Etalase buku-buku tempo dulu dan bandring di Museum Bandar Cimanuk
Sumber: Bloggermangga.com
Saat
ini, budaya literasi sudah lebih baik dari masa lalu. Di Indramayu pun sudah
terlihat perkembangan yang demikian. Di antaranya bisa dilihat dari hal-hal
berikut:
1.
Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) yang dilaksanakan dengan menggalakkan budaya membaca buku
nonfiksi 15 menit sebelum pelajaran sekolah dimulai,
2.
Munculnya
komunitas peduli minat baca, misalnya komunitas Ngampar Boekoe,
3.
Munculnya Taman
Bacaan Masyarakat (TBM), misalnya TBM. Lentera Hati Karangsong; yaitu dengan
mendirikan perpustakaan apung Pantai Mutiara Hijau di Desa Karangsong.
4.
Program
Perpuseru untuk 8 desa dan 5 taman bacaan di Indramayu
Program
Perpuseru ini merupakan upaya untuk mengembangkan perpustakaan umum menjadi
pusat belajar masyarakat yang memberikan pelayanan berbasis teknologi,
informasi dan komunikasi untuk masyarakat. Program ini dilaksanakan melalui
kerjasama dengan Coca-Cola Foundation Indonesia.
5.
Diraihnya
penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka tahun 2016 dengan kategori Birokrat yang
peduli terhadap pengembangan perpustakaan dan kegemaran membaca dari
Perpustakaan Nasional RI oleh Bupati Indramayu Hj. Anna Sophanah,
6.
Diraihnya Juara
2 tingkat Nasional dalam lomba perpustakaan desa oleh Kabupaten Indramayu,
7.
Diraihnya juara
perpustakaan sekolah tingkat provinsi Jawa Barat.
Perpustakaan apung
Sumber: http://www.indramayu.top/2016/09/tjimanoek-sign-taman-kota-kali-cimanuk.html
Kesemua ini diharapkan berpengaruh terhadap meningkatnya minat baca masyarakat Indramayu. Dalam jangka panjang, harapannya kebiasaan-kebiasaan positif ini membuat Indramayu yang ada saat ini akan menjadi sejarah yang baik di masa depan. Selain itu, generasi-generasi di masa depan sudah terbiasa untuk membaca sehingga diharapkan keengganan dan ketidakmampuan dalam mempelajari sejarah akan berkurang. Dari segi tulis pun, sudah ada komunitas menulis di Indramayu, misalnya blogger Mangga (blogger Indramayu). Akan tetapi, masih ada “lubang” di sini. Untuk mencegah adanya potensi kekaburan sejarah, masing-masing penulis tersebut harus dibiasakan dan dilatih untuk selalu menulis dengan baik, benar, dan didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Ini adalah salah satu cara untuk memelihara budaya kita dan meninggalkan jejak-jejak yang mudah bagi penelusuran sejarah oleh generasi yang akan datang.
Di
dalam setiap peristiwa sebaiknya kita berusaha mengambil hikmahnya, termasuk
peristiwa polemik aksara jawa ini. Dan apa yang saya utarakan di atas adalah
sedikit upaya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan
sejarah dan budaya kita, khususnya yang ada di Indramayu.
Sumber:
http://www.indramayukab.go.id/component/content/article/40-seputar-indramayu/959-bupati-indramayu-raih-nugra-jasadarma-pustaloka.html
https://www.indramayunews.com/budaya-baca-harus-menjadi-unggulan-indramayu/
http://ciumanuk.com/2016/03/program-perpuseru-untuk-8-desa-dan-5-taman-bacaan-di-indramayu/
http://info.kuncimaju.net/index.php/2016/07/17/mengunjungi-sanggar-aksara-jawa-di-cikedung-indramayu/
http://www.malang-post.com/pendidikan/aksara-jawa-dan-tembang-macapat-warisan-leluhur-yang-makin-terlupakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar