Ngarot
Sumber: http://jendelabaruku.blogspot.co.id/2015/11/ngarot-dari-desa-lelea.html
Menikmati
indahnya hamparan padi yang menghijau menghadirkan berbagai sensasi tersendiri
bagi yang melihatnya. Pemandangan tersebut begitu memanjakan mata dan asri. Di
tengah-tengah pertumbuhan daerah yang begitu pesat, yang hijau-hijau
seperti itu sangat dirindukan, karena keberadaannya sudah sulit didapati.
Sebagai
daerah agraris dengan mayoritas penduduk bertani, Indramayu pun memiliki pesona
persawahan tersebut. Apalagi kabupaten ini merupakan lumbung padi nasional dan
penghasil padi tertinggi di Jawa Barat, sawah-sawah semacam itu pasti umum
dijumpai, bahkan di perkotaan. Lebih dari itu, ada banyak hal yang bisa
ditawarkan oleh persawahan di sana. Bagaimana tidak, budaya-budaya terkait
persawahan di sana begitu beraneka ragam dan sangat disayangkan jika
dilewatkan. Itulah mengapa rugi sekali jika Anda berkunjung ke Jawa Barat
tetapi tidak mampir ke Indramayu.
Ngunjung di Desa Mundak Jaya, Indramayu
Sumber: http://mundakjaya.desa.id/berita-tradisi--ngunjung-buyut.html
Menjelang
musim tanam Anda bisa mendapati tradisi sedekah bumi dan ngunjung
(munjung). Keduanya mirip, sama-sama dilakukan di musim penghujan. Hanya
saja, kalau sedekah bumi biasa diselenggarakan sekitar bulan Oktober dan
Desember di balai desa, ngunjung biasa diselenggarakan saat Suro atau Maulud di
makam/situs leluhur (hanya setahun sekali).
Sedekah
bumi merupakan tradisi doa bersama yang dilanjutkan dengan upacara adat;
sedangkan ngunjung lebih bersifat penyuluhan pertanian dan upaya untuk
meningkatkan kekompakan bertani. Pada momen ngunjung tersebut dilakukan
syukuran oleh warga satu desa atau pedukuhan tertentu di makam/situs leluhur. Masing-masing
dari mereka akan membawa tumpeng lengkap dengan lauk pauk seadanya. Mengapa
diadakan di makam/situs leluhur? Itu semua bertujuan untuk menghormati dan
mengenang jasa mereka, sekaligus mendoakannya. Meski demikian telah terjadi
pergeseran di dalam pelaksanaan ngunjung. Ngunjung yang sekarang lebih menjurus
pada pesta pora. Hal itu bisa terlihat misalnya dari adanya organ atau orang
karaokean yang dibiarkan masuk ke areal
situs leluhur. Tidak terlalu masalah, tinggal ditertibkan dan dikembalikan agar
nilai-nilai kearifan lokalnya tetap terjaga.
Sedekah bumi di desa Rambatan Kulon, Indramayu
Sumber: http://rambatankulon.desa.id/berita-tradisi--sedekah-bumi.html
Tradisi
berikutnya adalah ngarot atau sering juga disebut kasinoman. Ngarot
diadakan dengan persiapan-persiapan khusus. Persiapan-persiapan tersebut
dibicarakan dalam rembuk desa dan hasilnya diumumkan pada waktu sedekah bumi.
Agaknya,
prestasi Indramayu sebagai lumbung padi nasional sedikit banyak tak lepas dari
tradisi ngarot ini. Dengan adanya ngarot, pemuda pemudi desa disiapkan untuk segera
bekerja di sawah.
Penyerahan benih dan peralatan pertanian dalam ngarot
Sumber: http://jendelabaruku.blogspot.co.id/2015/11/ngarot-dari-desa-lelea.html
Ngarot
dimulai sejak tahun 1686. Asli milik Indramayu dan tak akan ditemui di daerah
lain di Indonesia. Ia telah resmi ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda
Jawa Barat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dari 30 warisan budaya tak benda asal Jawa
Barat yang diajukan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Jabar dan instansi terkait di kota/kabupaten, ngarot
termasuk yang diakui secara nasional oleh Kemendikbud selain sintren dan
mamaos.
Ngarot
di Desa Lelea biasanya diadakan antara Oktober dan Desember, pada minggu ke-3
atau 4 di hari Rabu. Berbeda dengan Lelea, Desa Jambak biasanya
menyelenggarakannya pada hari Sabtu di pertengahan Desember. Iya, ngarot tak
hanya ada di Desa Lelea; di Desa Tamansari, Tunggulpayung, dan Jambak juga ada.
Kalau zaman dulu malah hampir semua desa di Kecamatan Lelea dan Cikedung menyelenggarakannya.
Sekarang sih sudah banyak yang meninggalkan. Bagi yang masih melestarikan,
ngarot biasanya dilaksanakan setahun sekali selama sehari penuh. Sangat meriah,
karena diiringi dengan berbagai kesenian tradisional seperti tari topeng, reog,
dan ronggeng ketuk.
Menurut
bahasa Sunda kuno, ngarot artinya minum (ngaleueut), yaitu arena pesta
minum-minum (bukan minuman keras) dan makan-makan di kantor desa sebelum para
petani mulai menggarap sawah. Tradisi tersebut merupakan perwujudan rasa syukur
kepada Tuhan atas hasil bercocok tanam mereka.
Peserta ngarot sedang didandani
Sumber: http://partaigolkarindramayu.blogspot.co.id/2012/06/tradisi-ngarot-di-indramayu-jawa-barat.html
Menariknya,
hanya perjaka dan perawan yang boleh ikut dalam acara ini. Para perawan didandani
dengan mahkota bunga nan cantik di kepalanya. Mahkota tersebut dirangkai dari bunga
kenanga, melati, kertas, dan kanthil. Untuk pakaian, mereka mengenakan kebaya
berselendang beserta macam-macam aksesorisnya; sedangkan perjakanya memakai baju komboran dan celana
gombrang (longgar) hitam serta mengenakan ikat kepala. Seperangkat fashion tersebut
memiliki nilai filosofis tersendiri, tidak asal pilih/pakai. Setelah waktu
menunjukkan pukul 08.30, semua peserta tadi kemudian meninggalkan halaman rumah
kuwu untuk diarak keliling kampung.
Arak-arakan (kirab) ngarot
Sumber: http://jendelabaruku.blogspot.co.id/2015/11/ngarot-dari-desa-lelea.html
Di
sini, jangan coba-coba berbohong tentang kesucian atau wajah peserta akan
terlihat sangat buruk. Selain itu, remaja-remaja yang tak perawan akan
mendapati bunga-bunga penghias rambutnya cepat layu, sedangkan bagi yang
mengaku perawan/perjaka padahal tidak bisa-bisa tak akan mendapat jodoh seumur
hidupnya.
Aneh,
ya? Tidak. Karena memang dalam perkembangannya tradisi ngarot yang tadinya bertujuan
untuk pertanian akhirnya dimanfaatkan sebagai ajang pencarian jodoh juga,
dengan syarat pasangan tersebut harus sedesa. Kecuali jika sudah janda/duda,
maka boleh menikah dengan penduduk desa lain.
Biarpun
kelihatannya seperti memanfaatkan situasi, tetapi mencari jodoh melalui ngarot
manjur juga lho. Seperti penuturan dari warga sana, sejak tahun 1990-an hingga
sekarang, hampir 80 persen peserta ngarot berhasil mendapatkan pasangan hidup
dan bisa menjalin rumah tangga dengan rukun.
Meski
demikian, Lea Ramadhan, seorang peserta ngarot menuturkan bahwa saat ini
tradisi tersebut tak lagi digunakan untuk mencari jodoh dan tak hanya diikuti
oleh warga Lelea. Mereka ikut serta lebih untuk melestarikan tradisi dan menyemarakkan
acara saja.
Mapag tamba
Sumber: http://meneerpanqi.blogspot.co.id/2015/11/apa-itu-mapag-tamba.html
Empat
puluh hari setelah masa tanam dilakukanlah upacara untuk mengusir penyakit (mapag
tamba). Mapag tamba masih bisa dilihat di antaranya di Desa Tugu. Pada
malam hari sebelum pelaksanaannya, dilakukan pembacaan doa terhadap air yang
berasal dari sumber mata air yang dianggap berkhasiat. Keesokan harinya, air
yang diwadahi bumbung bambu tersebut disiramkan ke air mengalir di perbatasan
desa. Yang melakukannya adalah para pamong desa (wadya bala “nibakena tamba”). Mereka
terbagi dalam beberapa kelompok, berpakaian serba putih, dan melakukan puasa
bicara. Mereka melakukannya dengan harapan agar padi yang ditanam bisa berhasil.
Mapag sri di Desa Wanguk, Indramayu
Sumber: http://wanguk.desa.id/berita-mapag-sri.html
Jika
Anda datang menjelang panen, mungkin Anda akan mendapati tradisi mapag sri.
Mapag sri berasal dari bahasa Jawa mapag yang artinya menjemput dan sri yang
artinya padi. Jadi, mapag sri artinya menjemput padi (panen). Sesuai namanya, jelas
pelaksanaannya menjelang musim panen pertama (rendengan) dan berhubungan dengan
Dewi Sri (Dewi padi) atau Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Ia merupakan perwujudan
rasa syukur kepada Tuhan akan hasil panen yang didapat. Caranya, sebelum padi
yang menguning dituai pungutlah dulu sebanyak beberapa bulir! Bentuklah bulir-bulir
tadi seperti dua orang (lambang sepasang pengantin) yang dipertemukan dan
diarak pulang. Dengan cara ini mereka berharap padi-padi tersebut bisa memberi
manfaat bagi pemiliknya.
Sepasang pengantin dari bulir padi (mapag sri)
Sumber: http://www.tosupedia.com/2014/11/mapag-sri-ritual-menyambut-datangnya.html
Dalam
pelaksanaannya biasanya disediakan sesaji serta diiringi dengan tari topeng dan
wayang kulit. Umumnya, pentas wayang kulit dilaksanakan sehari semalam dengan
lakon Dewi Sri dan diadakan di balai desa. Para petani berusaha mengadakannya
rutin setiap tahun. Hal itu disebabkan karena mereka meyakini bahwa
meninggalkan tradisi ini bisa mendatangkan musibah. Misalnya pada tahun
1970-an, mereka tidak menyelenggarakannya karena hasil panen sedikit, namun akhirnya
banyak di antara mereka yang sakit.
Wayang kulit
Sumber: http://meneerpanqi.blogspot.co.id/2011/05/wayang-lumping-dermayon.html
Berikutnya
adalah wayang kulit (wayang lumping). Wayang kulit Indramayu mirip dengan Cirebon, hanya saja
ia menggunakan bahasa Cirebon dialek Indramayu (bahasa Dermayon) dalam
pementasannya. Selain sering diselenggarakan pada momen hajatan, wayang kulit
Indramayu juga merupakan bagian tak terpisahkan dari berbagai tradisi di sana. Beberapa
tradisi seperti mapag sri, nadran, ngarot, ruwatan, sedekah bumi, dan ngunjung harus
disertai dengan pementasan wayang ini. Pementasan wayang tidaklah sembarangan.
Di dalamnya sarat akan pesan-pesan moral, budi pekerti, dan agama.
Tari topeng
Sumber: http://www.tosupedia.com/2014/11/sanggar-tari-topeng-mimi-rasinah-wujud.html
Masih
berhubungan dengan nilai-nilai filosofis, ada pula tradisi tari topeng. Tarian
tradisional Indramayu ini disebut tari topeng karena penarinya menari sambil
memakai topeng. Jumlah penari itu bisa satu orang atau lebih.
Tari
topeng Indramayu bisa dibedakan dari tari topeng daerah lain melalui gerak
tangan dan tubuh yang gemulai dan khas, kostum yang berciri topeng spesifik,
serta iringan musik yang didominasi oleh kendang dan rebab. Sebenarnya, tarian
ini adalah perkembangan dari tari topeng Cirebon. Kalau Cirebon memiliki 5
macam topeng, Indramayu memiliki 8 macam, yaitu topeng panji, samba putih,
samba abang, tumenggung, kelana gendrung, kelana udeng, rumyang, dan kiprah. Masing-masing
topeng tersebut menggambarkan fase-fase dari lahir sampai mati. Secara
keseluruhan, intinya menggambarkan perjalanan hidup dan perjalanan spiritual
manusia.
Membuat topeng
Sumber: http://lolajurnal.blogspot.co.id/2013/03/indramayu.html
Tari
topeng masih banyak dipelajari di berbagai sanggar tari dan sering dipentaskan
pada acara-acara resmi daerah atau momen tradisional lainnya. Salah satu
sanggar tersebut adalah sanggar tari topeng Mimi Rasinah, yang terletak di Desa
pekandangan, Indramayu. Almarhumah Mimi Rasinah sendiri adalah seorang maestro
tari topeng. Dia mahir dalam membawakan tarian ini dan dia pun rajin mengajarkannya.
Bagi
yang suka melihat akrobat, jangan lewatkan untuk melihat genjring umbul!
Di sana Anda akan mendapati tradisi Indramayu yang memadukan unsur akrobat dan
seni olahraga. Datanglah ke Indramayu pada saat hari besar nasional, nadran,
ngunjung, atau hajatan karena biasanya kesenian ini diadakan pada waktu-waktu
tersebut.
Singa depok
Sumber: http://rambatankulon.desa.id/berita-kesenian--singa-depok.html
Berikutnya
adalah singa depok (kuda depok). Tradisi ini tidak secara langsung
terkait dengan persawahan, walau kadang diadakan saat musim panen. Itu karena
pelaksanaannya saja yang mahal, sedang saat musim panen (idealnya) uang petani
sedang banyak-banyaknya. Sebenarnya, acara ini dilangsungkan untuk memeriahkan
sunatan, rasulan (ritual menuju ke dunia remaja), atau ulang tahun.
Singa
depok mirip dengan sisingaan subang, tetapi sudah dimodifikasi dengan adanya
"kebo ngamuk" dan "burok". Wujudnya sekarang tidak selalu
berupa singa atau kuda, tetapi bisa juga naga, monster terbang, atau monster
bersayap. Para balita atau anak yang sedang dihajati akan naik ke atasnya. Mereka
didandani bak pengantin atau tokoh wayang (biasanya Gatotkaca). Singa/kuda/wujud
lain tadi kemudian dipikul oleh 4 kelompok. Mereka memikulnya sambil berjoget
berkeliling jalan desa secara bolak-balik, dengan diiringi lagu dangdut “live”
dan pemain musik lengkap. Jika ditanggap saat pagi, maka selesainya tengah
hari; sedangkan jika ditanggap siang maka selesainya menjelang Maghrib.
Tontonan semacam ini bisa ditemui di antaranya di Desa Bongas dan daerah pantura
pada umumnya.
Risiko Terancamnya
Budaya-Budaya Agraris di Atas
Indramayu
adalah sentra budaya, karena memiliki banyak keragaman budaya se-Jabar.
Demikian pernyataan dari Asep Ruchiyat, Kasi Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Indramayu. Budaya-budaya terkait persawahan di atas
hanyalah sebagian kecil dari ragam budaya di Indramayu. Masih banyak budaya
lain yang tentu tak bisa saya sebutkan satu per satu, misalnya tarling, sintren, nadran, wayang golek cepak, dan lain-lain.
Nadran
Sumber: http://senibudayadermayu.blogspot.co.id/2016/06/seni-budaya-indramayu.html
Dari budaya-budaya terkait persawahan saja
sudah terlihat bukan betapa banyak dan meriahnya budaya-budaya di Indramayu.
Akan tetapi, perkembangan zaman menyebabkan banyak lahan pertanian di sana mengalami
alih fungsi. Tercatat sekitar 15 hektar lahan pertanian mengalaminya
setiap tahun (data dari Badan Penanaman Modal dan Perijinan (BPMP) Kabupaten
Indramayu). Di sisi lain, kenyataan sebagai lumbung padi nasional tak serta
merta membuat kehidupan petani sejahtera. Akibatnya, banyak dari mereka yang tak
tertarik lagi untuk bertani/tak ada regenerasi. Kondisi ini tak hanya mengancam
ketahanan pangan tetapi juga kelestarian budaya-budaya terkait persawahan
seperti yang sudah dipaparkan di atas. Oleh karena itu, segala permasalahan
tersebut perlu segera ditangani dan dicarikan solusi yang terbaik.
Berbagai
budaya yang saya tulis di atas saat ini masih ada. Mumpung masih ada, yuk
rame-rame menikmati kemeriahan aneka budaya agraris Indramayu! Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan meramaikan dan melestarikan budaya di sana.
Sumber:
http://www.radarcirebon.com/lahan-pertanian-di-indramayu-makin-sempit.html
http://poskotanews.com/2016/09/13/1000-gadis-bertradisi-ngarot-ramaikan-hari-jadi-indramayu-2016/
http://www.radarcirebon.com/tradisi-ngarot-1000-gadis-indramayu-menyambut-musim-hujan.html
http://ekorisanto.blogspot.co.id/2009/08/ritual-ngarot-indramayu.html
http://www.indonesiakuunik.com/2015/11/ngarot-upacara-adat.html
http://www.tosupedia.com/2014/11/makna-yang-terkandung-dalam-acara-adat.html
http://seni-membatik.blogspot.co.id/
http://www.tosupedia.com/2014/11/mapag-sri-ritual-menyambut-datangnya.html
http://specialblog41.blogspot.co.id/2013/08/kebudayaan-dan-kesenian-dari-daerah.html
http://www.indramayukab.go.id/potensi/72-kebudayaan.html
http://meneerpanqi.blogspot.co.id/2015/11/apa-itu-mapag-tamba.html
http://news.fajarnews.com/read/2015/10/06/5704/tradisi.ngarot.di.indramayu.diakui.kemendikbud.ri
http://www.kompasiana.com/fuji.ep/tari-topeng-makna-8-macam-topeng_54f7425ea33311b06d8b48dd
http://www.bloggermangga.com/2016/06/tradisi-tradisi-tempo-dulu-yang-masih.html
http://cirebonis.blogspot.co.id/2011/05/ngarot-berburu-jodoh-sebelum-musim.html
http://www.kompasiana.com/jimsharianto/hiburan-yarnen-bayar-setelah-panen_54f5f41fa33311c0078b45bd
http://www.indramayutradisi.com/2012/12/pesta-adat-ngarot-di-desa-jambak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar