Jamu adalah obat tradisional yang
disediakan secara tradisional, yang berisi seluruh bahan tanaman penyusun jamu
tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu
telah digunakan secara turun-temurun, umumnya mengacu pada resep peninggalan
leluhur. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris turun-temurun. Salah satu contoh tanaman jamu
adalah binahong. Binahong dapat menyembuhkan batuk, radang paru-paru,
menyembuhkan berbagai luka, dan menambah vitalitas tubuh.
Sumber : http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/593-herbal-plants-collection-binahong
Perkembangan
jamu kini sudah pesat. Jamu kini mulai dikembangkan di
berbagai institusi formal dan disosialisasikan secara besar-besaran. Ada program
studi jamu, museum jamu, cafe jamu, rumah sakit pendukung jamu, stand-stand
jamu di berbagai tempat strategis, dan masih banyak lagi. Ke depannya, ramuan
tradisional ini juga disiapkan untuk Go International. Terkait dengan Go
International ini pemerintah berusaha mengawasinya dengan ketat agar jamu tidak
diklaim sebagai milik / budaya negara lain.
Jamu
Sumber : http://www.indonesia.travel/id/destination/457/yogyakarta/article/328/jamu-jawa-tradisional-manfaat-dan-khasiat-yang-diwariskan-turun-temurun
Berbagai cara dilakukan demi sosialisasi
dan pemasaran jamu, namun ada satu hal yang terlupa, yaitu tentang kelestarian
alam itu sendiri. Di saat jamu mulai dikenal dan permintaan meningkat misalnya,
di manakah kita akan menanam dan membudidayakan tanaman berkhasiat obat ini
jika kita tidak memperhatikan alam mulai sekarang? Apakah lingkungan bisa tetap
kondusif untuk pembudidayaan tanaman jamu jika alam telah rusak dan tercemar?
Mari kita tengok kondisi Indonesia
dewasa ini! Dalam tahun 1990-2010 saja 1,2 juta hektar hutan telah rusak. Kerusakan
hutan di Indonesia sudah sangat tinggi dalam 30 tahun terakhir, termasuk pula
kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. Di tahun ini, hutan hujan tropis
kita hanya tinggal 33 persen atau 43 juta ha dari luas hutan yang mencapai 130
juta ha, dengan 30 persennya berada di Sumatera (terutama di Aceh) dan 3
persennya berada di Jawa.
Tak hanya hutan, danau-danau pun tak luput menjadi korban, sebut saja danau Sentani di Papua dan danau Toba di Sumatera Utara. Danau Sentani yang indah kini telah tercemar berbagai limbah seperti plastik dan air bekas cuci pakaian. Limbah rumah tangga pun menjadi salah satu pencemar di sana. Air yang tercemar ini menyebabkan ikan-ikan banyak yang mati dan kulit menjadi gatal-gatal jika digunakan untuk mandi. Serupa dengan itu, kerusakan hutan dan lingkungan di kawasan Danau Toba sudah sangat parah. Bahan kimia dari pakan ikan yang berasal dari keramba-keramba yang terdapat di atasnya menyebabkan terjadinya sedimentasi. Airnya yang dulu bisa diminum kini menjadi berkualitas buruk, bau, tidak layak minum, dan debitnya menurun. Tak hanya itu, 11 sungai di Kabupaten Dairi makin mengecil. Di hulu rusak, hingga hilir tidak maksimal mengakibatkan sedimentasi terganggu dan menyebabkan banjir. Dengan kondisinya saat ini target pemerintah untuk memasukkan Danau Toba sebagai geopark dunia oleh Unesco akhir September 2015 akhirnya mengundang kepesimisan. Unsur dan tatanan geodiversity, culturediversity, dan biodiversity di sana sudah dirusak, apakah masih mungkin?
Di gunung pun demikian, contohnya
di Gunung Merapi. Di gunung dan sungai di sana terjadi penambangan pasir dan
batu dengan alat berat, sehingga menggerus pula material yang bukan hasil
erupsi Merapi pada 2010. Hal ini bisa menyebabkan sumber mata air rusak dan
irigasi pertanian terganggu. Pantai pun bernasib sama, misalnya Pantai
Parangtritis. Pantai wisata ini kini telah tercemar. Para pengelola tambak gemar
membuang sembarangan limbah air saat panen dan menanam pipa di dalam pasir
untuk mengalirkan air limbah ke laut. Akibatnya, bau menyengat pun timbul.
Sudah selesaikah? Belum, ada
masalah lain yang juga masih hangat, yaitu tentang batu akik. Demam batu akik
yang terjadi belakangan ini membuat aktivitas penambangan semakin meningkat sehingga
berpotensi merusak lingkungan sama dengan aktivitas tambang galian C (bahan
tidak strategis dan tidak vital) atau tambang lainnya. Apalagi, batu akik
kebanyakan mengendap di dalam tanah sehingga para penambang berupaya untuk
membongkar lapisan tanah bahkan hingga kedalaman 20 meter. Akibatnya, tanah
menjadi mengalami peningkatan erosi dan sedimentasi yang mengarah ke sungai serta
rawan longsor.
Setelah menengok kondisi hutan,
gunung, danau, pantai, dan lain-lain, lalu bagaimana dengan sungai? Kita ambil
contoh Sungai Batanghari di Jambi. Sungai ini semakin lama semakin kotor dan
semakin tidak layak pakai.
Sungai di Boyolali mengering
Sumber: http://www.mongabay.co.id/2015/07/03/banyak-das-di-jawa-tengah-kritis-mengapa/
Jika menyebut tentang jamu, maka
pikiran kita mungkin akan langsung tertuju kepada provinsi Jawa Tengah. Di provinsi
tersebut jamu sudah sangat terkenal penggunaannya. Secara spesifik, bagaimana
kondisi di Jawa Tengah sehubungan dengan Jawa Tengah sebagai salah satu
penghasil jamu? Ternyata sama saja. Di sana ada 634.000 hektar lahan yang
kritis, 35 Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis dan 136 sungai tercemar. Sungai di
Boyolali bahkan telah mengering. Sebanyak sekitar 15 sungai besar yang penting
bagi irigasi dan air minum saat ini dalam kondisi kritis akibat pencemaran,
sedimentasi dan kerusakan di hulu. Di Jawa, beberapa DAS pun mulai beralih fungsi
menjadi pemukiman atau pabrik yang tak diimbangi sistem pengelolaan limbah yang
baik.
Kesemuanya ini perlu diperhatikan
karena pembudidayaan tanaman obat / jamu tidak bisa terlepas dari alam. Mereka butuh
tanah yang baik, air yang baik, iklim yang baik, dan kondisi-kondisi lain yang
menunjang. Oleh karena itu jika ingin melestarikan jamu jangan lupa untuk
melestarikan alam juga.
Sumber:
http://properti.kompas.com/read/2015/04/06/183951721/HTI.Tak.Berkembang.Picu.Meluasnya.Kerusakan.Hutan.
http://www.mongabay.co.id/2015/01/03/peneliti-ugm-pembukaan-hutan-untuk-lahan-sawit-harus-dihentikan/v
http://www.tribunnews.com/dpd-ri/2015/07/03/dpd-ri-nyatakan-danau-sentani-harus-dicegah-dari-kerusakan-lingkungan
http://www.mongabay.co.id/2015/03/01/dprd-bentuk-pansus-kerusakan-lingkungan-kawasan-danau-toba/
http://www.mongabay.co.id/2014/10/06/danau-toba-kandidat-geopark-dunia-yang-memprihatinkan-mengapa/
http://www.greeners.co/berita/walhi-waspadai-kerusakan-lingkungan-akibat-penambangan-batu-akik/
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/02/058662865/protes-tambang-rakyat-merapi-bakar-ogoh-ogoh
http://www.walhi-jambi.com/2015/06/prihatin-kerusakan-lingkungan-di-jambi.html
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/04/23/058660143/gumuk-pasir-parangtritis-terancam-lenyap
http://www.mongabay.co.id/2015/07/03/banyak-das-di-jawa-tengah-kritis-mengapa/
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/593-herbal-plants-collection-binahong