Minggu, 23 Februari 2020

Menyulap Kawasan Batu Nagrak Menjadi Wisata yang Semarak




Batu Nagrak  (ISTIMEWA dalam TribunCirebon.com)

Desa Nagrak, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, kejatuhan berkah. Jumat (7/2/2020), di wilayah perkebunan, di kaki Gunung Tampomas, Sumedang, ditemukan ribuan batu persegi panjang, kotak, dan persegi lima misterius yang tersusun rapi dan berukuran raksasa. Ada yang mengaitkan batu-batu besar itu dengan legenda Sangkuriang Kabeurangan (Sangkuriang kesiangan), ada pula yang menghubung-hubungkannya dengan jejak Prabu Siliwangi.

Lokasi tempat penemuan batu dekat sumber air (ANTV/Lutfi)
          
Kemunculan batu-batu misterius itu memunculkan berbagai konsep wisata, mulai dari wisata alam, karena terdapatnya aliran sumber air jernih pada kawasan wisata di bawah batuan; hingga wisata budaya karena diduga berhubungan dengan arkeologi. Namun, sayang, arkeolog telah menegaskan, bebatuan tersebut terbentuk secara alami, sehingga penemuannya berada di luar ranah budaya.

Dilansir dari detikcom, Selasa (18/2/2020), Lutfi Yondri, Arkeolog Balai Arkeologi Jawa Barat menjelaskan, "Semua hamparan batu terjadi secara alamiah, sebagai hasil proses geologi yang mengalami transformasi setelah lama membeku. Perubahan-perubahan proses yang terjadi di alam seperti gempa dan longsor kemudian mengubah batu dari kompak menjadi berserakan, lalu membentuk menjadi panjang dan kotak seperti itu."

Lutfi memandang, bukan wisata budaya yang cocok diterapkan di kawasan batu Nagrak, melainkan wisata geologi. Wisata geologi cocok jika tujuannya untuk edukasi, namun pangsa pasarnya mungkin akan sepi jika tujuannya lebih untuk komersialisasi. Untuk menyiasati hal tersebut, pemerintah dapat mempertimbangkan konsep wisata lain seperti di bawah ini.

Patung David, Michaelangelo (Agayabak.blogspot.com)

Sebelumnya, izinkan saya menceritakan sedikit tentang Michaelangelo dan patung David buatannya, berdasarkan buku Warrior the Art of Winning the Battle of Success. Michaelangelo pernah bilang, setiap batu telah memiliki bentuknya, dan ia (Michaelangelo) tinggal membebaskannya (membuat bentuknya jelas) dalam karyanya. Saat Agustino, Antonio Rossellino, dan Leonardo da Vinci angkat tangan dan menganggap batu marmer yang diajukan itu tak mungkin dipahat dan tak tahu akan dijadikan apa, Michaelangelo justru melihat terdapat malaikat yang sedang beristirahat di dalam bongkahan batu marmer itu yang menunggu untuk dibebaskan. Menurut legenda, ada seorang anak lelaki bertanya kepada Michaelangelo, seorang seniman besar Renaissance, “Mengapa ia bekerja begitu keras memahat sebongkah batu besar?” Michaelangelo menjawab, “Anak muda, ada malaikat dalam batu ini dan aku sedang membebaskannya.” Hasil pahatan batu marmer besar itu kemudian dikenal dengan nama patung David-ill Gigante yang berada pada Galleria dell’ Academia, salah satu karya terbesar Michaelangelo.

Nah, mari kita berpikir seperti Michaelangelo dalam melihat potensi batu-batu Nagrak untuk ke depannya.

Pulau Paskah dan Lembah Bada (Blogunik.com)

Terdapat banyak wisata batu di dunia, misalnya patung Moai di Pulau Paskah di Chili dan Lembah Bada di Sulawesi Tengah, The Lost World di Yogyakarta dan Stonehenge di Inggris, Hadrian’s Wall di Inggris, Tembok Raksasa (Great Wall) di Cina, Big Garden Corner di Bali, Standing Stone Resto di Bali, Wot Batu di Bandung, Bukit Batu Songgong di Nganjuk, Mor Hin Khao di Thailand, dan Taman Heligan di Inggris. Perhatikan bahwa tidak semuanya harus berupa bentukan rumit seperti Borobudur. Masyarakat hanya menginginkan bentukan atau tampilan yang unik, yang sekiranya bagus untuk spot foto atau syuting dan video. 

Stonehenge ala Yogyakarta (RadarJogja)

Pernahkah Anda mendengar tentang Kampung Warna-Warni? Kampung tersebut sederhana konsepnya, hanya tentang permainan warna, bagaimana genteng-genteng dan dinding-dinding rumah orang-orang sekampung disemarakkan dengan cat biru, hijau, kuning, dan merah. Setidaknya ada 10 kampung warna-warni yang hits di Indonesia, yaitu Kampung Jodipan Malang, Kampung Bulak Surabaya, Desa Kelir Gresik, Bejalen Kabupaten Semarang, Kalisari Semarang, Pasar 16 Ilir Palembang, Teluk Bitung Bandar Lampung, Teluk Seribu Balikpapan, Kampung Kali Code Yogyakarta, dan Kalilo Banyuwangi. 

Di luar negeri Kampung Warna-Warni juga ada, dan mungkin Indonesia memang mengadaptasi konsep dari sana, misalnya di Innsbruck Austria, pemandangan warna-warni dapat dilihat di Mariahilf-St. Nikolaus, Maria-Theresien Strasse, dan Old Town.

Wot Batu, Bandung (Infobdg.com)

Masih dengan permainan warna, bila Anda pernah ke Surabaya atau Kota Lama Jawa Tengah, Anda akan menjumpai bola-bola batu raksasa berwarna-warni menambah ceria suasana trotoar-trotoar jalan di sana. 

Batu Sanghiang, sebutan dari batu-batu aneh di Desa Nagrak, juga dapat dipercantik dengan cara demikian. Potensi kawasan ini jangan disia-siakan. Pada awal penemuannya saja kawasan tersebut langsung menggegerkan warga dan viral. Tak hanya masyarakat Sumedang, orang dari Cikampek pun sampai datang demi menuntaskan rasa penasaran.

Standing Stone Resto, Bali (MyFunFooDiary)


Untuk semakin memantaskan kawasan penemuan Batu Sanghiang menjadi objek wisata, terdapat beberapa konsep yang bisa dipertimbangkan:

1.  Batu-batu Sanghiang seluruhnya dibiarkan tetap alami dan lebih difungsikan untuk edukasi, terutama bidang Geologi. Namun, karena secara alami warna batu-batu Sanghiang tersebut kurang menarik, apalagi bidang Geologi itu terlalu spesifik dan peminatnya terbatas, maka kita perlu mengoptimalkan daerah sekitarnya menjadi sangat menarik. Kita membutuhkan objek wisata yang lebih universal sehingga dapat menarik lebih banyak wisatawan.

2.  Batu-batu Sanghiang tersebut dibiarkan tetap alami, hanya saja ditata lokasinya agar lebih artistik,

3.  Batu-batu Sanghiang tersebut dibentuk atau dipahat menjadi bentukan-bentukan atau patung-patung yang indah,

Kampung Warna-Warni Jodipan, Malang (Androphedia.com)

4.  Diubah sebagian
Sebagian batu Sanghiang dibiarkan dalam bentuk, warna, dan posisi alaminya sebagai sarana edukasi Geologi; sebagian lagi dibuat lebih cantik dan modern: bisa dengan dipahat, diubah posisi tegak atau horizontalnya, ditata lokasi batu-batunya, dicat warna-warni dan diberi motif khusus, atau diberi ornamen-ornamen tambahan lain yang menarik.

5.  Seluruh batu Sanghiang diubah menjadi lebih modern dan menarik, baik melalui permainan warna, motif, penambahan ornamen, perubahan bentuk, perubahan posisi, dilapisi sesuatu, atau lainnya.

Batu Nagrak balok satuan (ANTV/Lutfi)

Batu-batu Nagrak bentuknya kebanyakan kotak dengan panjang 2,5 meter sampai 3,5 meter, dan tebal 60 cm, dengan panjang rata-rata 2,7 meter, jadi mungkin bisa difungsikan sebagai kursi atau meja tempat bersantai atau makan-makan. Batu-batu tersebut bisa juga dibuat bentuk tegakan sebagai pilar-pilar yang berhias, atau jika mau diseragamkan, karena batu-batu Nagrak berasal dari aliran lava yang membeku akibat letusan gunung jutaan tahun lalu, bila memungkinkan cobalah untuk membentuk batu-batu tadi menjadi seperti ular. Batu-batuan yang menghampar sepanjang  seratus meter lebih bagaikan ular itu sekalian saja dibentuk laksana ular raksasa, lalu tambahkan hiasan kepala padanya.

Innsbruck, Austria (IG Wonderful_places)

Kemudian, sehubungan dengan lokasi batu-batu Sanghiang yang berada di antara lahan areal perkebunan blok Pasirlandak dan tanah kas desa, serta adanya sungai kecil beraliran deras di bawah batuan, maka konsep wisata alam sangat kuat di sini. Kita bisa membuatnya menjadi area perkemahan, tempat berenang dan pemancingan, pesta kebun/bakar ikan, kolam, wisata perkebunan dan pertanian, homestay/rumah pohon, pasar suvenir dan oleh-oleh, serta menambahkan taman-taman, lampu-lampu, tempat kuliner, dan spot-spot foto yang cocok untuk selfi, wefie, prewedding, maupun syuting film dan semacamnya. Puas-puaskan saja untuk bersantai sambil menikmati suasana desa dan sajian hasil perkebunan Desa Nagrak seperti ubi kayu, petai, pisang, alpukat, mangga, atau hasil olahannya untuk menghilangkan penat jiwa.

Bola-bola trotoar (Jatimnet.com)

Oh ya, jangan lupa pula untuk memanfaatkan persepsi sebagai daya jual. Karena bebatuan Sanghiang dipercaya masyarakat berhubungan dengan kisah kerajaan Siliwangi dan Sangkuriang, manfaatkan saja kisah tersebut untuk menambah daya tarik objek wisata di sana. Tambahkan ciri khas dari kerajaan Siliwangi dan Sangkuriang, namun tempatkan keduanya secara terpisah. Bentuknya bisa berupa patung, diorama, dan segala yang dapat menghidupkan kisah kerajaan Siliwangi dan Sangkuriang di sana (misalnya tari-tarian, operet, menonton film Siliwangi dan Sangkuriang bersama, dan sebagainya). Lengkapi pula dengan fasilitas standar tempat wisata, seperti tempat parkir, toilet, dan masjid/musala.

Taman Heligan (Inews.id)

Per 8 Oktober 2019, data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kab. Sumedang menunjukkan, sudah 78 dari 171 desa di Sumedang yang mengusulkan diri menjadi desa wisata. Itu artinya ke tujuh puluh delapan desa tadi harus memenuhi syarat 3A, yaitu:
1.       Atraksi sebagai daya tarik utama sebuah destinasi wisata,
2.       Amenitas sebagai fasilitas pendukung sebuah destinasi wisata, dan
3.    Aksesibilitas yang dapat diartikan sebagai beragam hal yang berkaitan dengan akses wisatawan ketika hendak berkunjung ke sebuah destinasi wisata.

Bukit Batu Songgong, Nganjuk (IHateGreenJello)

Desa Nagrak sebenarnya berpotensi menjadi salah satu desa wisata juga, sesuai harapan warga di sana, namun masih memerlukan beberapa perbaikan. Pasalnya, meski dari pemukiman penduduk hanya berjarak 700 meter hingga 1 kilometer,  namun akses jalan cukup ekstrim. Hanya pengendara roda dua ahli yang bisa melaluinya, terutama saat jalanan licin karena hujan. Sementara untuk kendaraan roda empat, hanya bisa masuk sampai batas luar pemukiman menuju persawahan blok bera. Oleh karena itu, selain akses jalan tersebut harus dipermudah, beberapa akses jalan baru juga harus dibuka. Proses perbaikan ini tak hanya akan memakan waktu lama, tetapi juga membutuhkan banyak dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah.

Bola-bola trotoar (BeritaJateng)

Desa Nagrak memang telah memiliki potensi ekonomi kreatif berupa Kampung Kolor yang mereka harapkan dapat mendongkrak perekonomiannya. Kampung Kolor diresmikan pada Nopember 2019 lalu sebagai realisasi dari program One Village One Product. Meski demikian, keberadaan Kampung Kolor tak menyurutkan minat warga untuk menganggap batu Sanghiang sebagai calon aset dan potensi desa pendorong perekonomian mereka juga. Bahkan, sebagai bentuk dukungannya, warga Desa Nagrak telah berkomitmen untuk menjaga batu-batu tersebut. 

Kawasan penemuan batu Sanghiang dimungkinkan untuk menjadi tempat wisata, meski mungkin tidak dalam waktu dekat. Sembari membenahi dan mempersiapkan perbaikan-perbaikannya, alangkah baiknya jika warga dan perangkat desa Nagrak, serta pemerintah pusat dan daerah mulai menggencarkan promosi-promosinya. Promosi online misalnya, pencarian menggunakan kata kunci (keyword) “Desa Nagrak” hasilnya masih sangat minim. Tak banyak gambaran yang akan kita tahu mengenai Desa Nagrak jika kita mencari informasi yang terkait dengannya melalui online, baik tentang informasi mengenai desa itu sendiri, maupun kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya. Kebutuhan ini akan semakin meningkat jika batu-batu Sanghiang benar-benar telah menjadi objek wisata di sana. Pastikan agar akses internet ada dan lancar di sana, pastikan pula agar warga Nagrak telah melek teknologi dan mau memposting/mempromosikannya pada medsos-medsos mereka. Bila perlu, pemerintah juga dapat menggerakkan para blogger untuk turut ambil bagian dalam memasarkannya. Kerja sama yang indah, bukan? Mengapa, tidak? Bukankah Nagrak dan Sumedang juga bagian dari Indonesia.


Sumber:
http://bisnisbandung.com/2020/02/12/berharap-jadi-potensi-wisata-baru-di-sumedang/
https://www.antvklik.com/headline/geger-temuan-tumpukan-batu-besar-di-sumedang-jejak-prabu-siliwangi
http://sumedangtandang.com/direktori/detail/desa-nagrak.htm
https://travel.detik.com/domestic-destination/d-4901336/sumedang-punya-batu-misterius-nan-angker/komentar
http://ensiklo.com/2019/08/18/3a-pariwisata/
https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01320727/puluhan-desa-di-sumedang-mengajukan-diri-jadi-desa-wisata
http://www.koran-jakarta.com/kampung-kaus-kaki-wujudkan-usaha-di-desa/