Segala
penyalahgunaan dan pengambilan benda atau sesuatu yang tidak bisa dilihat
secara sengaja untuk kepentingan pribadi dinamakan korupsi. Ciri-cirinya adalah
adanya pengkhianatan terhadap sesuatu, penipuan terhadap badan pemerintah,
lembaga swasta, atau masyarakat umum, dengan sengaja melalaikan kepentingan
umum untuk kepentingan khusus, dilakukan secara rahasia, dan melibatkan lebih
dari satu orang atau pihak.
Korupsi
masih menjadi masalah di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Data dari Anti-Corruption
Clearing House menunjukkan bahwa kasus korupsi dari tahun 2004-2014 cenderung
meningkat, baik dari jumlah kasusnya, jumlah kerugian negara, maupun kualitas
tindak pidananya.
Sebenarnya
korupsi sudah ada sejak dulu, namun makin keras gaungnya pasca lengsernya
presiden Soeharto (yaitu mengenai korupsi finansial). Penyebabnya bisa
bermacam-macam, tetapi terutama karena kurangnya iman dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa atau kurangnya kesejahteraan diri. Penyebab korupsi itu tidak
selalu berasal dari luar, bisa juga dari diri sendiri, misalnya gaya hidup (mewah,
prestise, imej, status sosial, dan lain-lain). Jangan salah, korupsi tidak
selalu dilakukan oleh orang yang kekurangan finansial, koruptor kaya bahkan
banyak. Bisa karena tamak, gaya hidup mewah, atau lainnya. Tak jarang juga
tuntutan keluarga/masyarakat yang menyebabkan mereka berbuat demikian. Selain
itu, lingkungan sekitar yang buruk dengan jaringan orang-orang yang berakhlak
buruk seringkali membuat orang merasa tidak berdaya. Apalagi jika kekuasaan
dimonopoli oleh para koruptor, maka bagi yang tidak ikut ‘aturan main’ akan
terancam dipecat, kehilangan pekerjaan, dikucilkan, dipersulit, dipindah ke
bagian yang ‘kering’, dan sebagainya. Kemudian didukung dengan adanya
kesempatan dan lemahnya peraturan/hukum atau lemahnya pengawasan (kurang
teliti) dan juga kecakapan koruptor di dalam mencari celah untuk melakukan
korupsi dengan aman maka korupsi itu menjadi semakin mudah.
Banyak
orang yang mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. Ini
tidak boleh dibiarkan. Pemerintah menyadari hal itu dan mengambil berbagai
tindakan, di antaranya melalui pembentukan KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi. Meski demikian, tak cukup hanya KPK
yang bergerak. Jika kita benar-benar ingin negara ini terbebas dari korupsi
maka masyarakat pun perlu ambil bagian di dalamnya.
Diakui
atau tidak di dalam keseharian kita banyak ditemukan terjadinya korupsi, karena
korupsi itu sendiri tidak melulu soal uang (finansial), ada juga korupsi non
finansial (misalnya korupsi waktu dan korupsi pikiran/plagiatisme). Datang
terlambat di suatu acara; mengaku-ngaku miskin padahal tidak (korupsi dana
beasiswa), meminta dana bepergian rapat di tempat jauh padahal tidak pergi, menggunakan
telepon/peralatan/perlengkapan kantor lainnya untuk keperluan pribadi, mengaku
lembur padahal tidak, mengisi presensi padahal tidak kerja/tidak kerja penuh, dan
sebagainya adalah termasuk beberapa contoh dari tindakan korupsi.
Jadi sebelum menghujat koruptor ada baiknya introspeksi diri terlebih dulu apakah diri sudah bersih dari korupsi. Korupsi dalam bentuk apa pun, besar atau kecil, jarang atau sering, atau bahkan jika hanya dilakukan sekali seumur hidup tetap saja namanya korupsi. Ini yang harus disadari oleh diri sendiri sehingga muncul adanya kontrol diri (self control).
Peran
masyarakat dalam mengatasi korupsi
Peran
serta masyarakat diartikan sebagai peran aktif organisasi masyarakat,
perorangan, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi. Masyarakat adalah salah satu elemen penting yang harus
dilibatkan jika ingin Indonesia bebas korupsi. Mengapa? Karena korupsi
dilakukan secara sistematis dan membentuk jaringan. Tanpa adanya peran serta
dari masyarakat dan pihak yang terkait maka penanganan korupsi sulit untuk
dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah membuat aturan tentangnya, yaitu terdapat
di dalam penggantian UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (LN 1971 No. 19, TLN No. 2958) menjadi
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di
dalam UU No. 31 Tahun 1999 pasal 41 dan 42, peran serta masyarakat adalah
sebagai berikut:
Pasal
41
(1) Masyarakat dapat berperan serta
membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi;
(2)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam
bentuk:
a. Hak mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam
mencari, memperoleh dan memberi informasi kepada penegak hukum yang menangani
tindak pidana korupsi;
c. Hak untuk menyampaikan saran dan
pendapat secara bertanggung jawab atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan
kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
d. Hak untuk memperoleh perlindungan
dalam hal:
1)
Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c;
2) Diminta hadir dalam proses
penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi
atau saksi ahli sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
(4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada norma
agama dan norma sosial lainnya;
(5) Ketentuan mengenai tata cara
pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal
42
(1) Pemerintah memberikan penghargaan
kepada anggota masyarakat yang telah berjasa dalam pencegahan, pemberantasan
atau pengungkapan tindak pidana korupsi;
(2) Ketentuan menganai penghargaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
Selain
UU No. 31 Tahun 1999 pemerintah juga mengeluarkan PP No. 71 tahun 2000 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam
bentuk kegiatan, peran serta masyarakat secara riil dapat juga dilakukan dengan
berbagai cara. Tentunya kita tak perlu berpikir muluk-muluk/terlalu jauh
untuk mengubah yang wah, cukup berawal dari diri kita dan atau orang-orang di
sekitar kita. Cara pertama adalah dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memiliki ini maka kita akan merasa selalu
melihat Tuhan atau merasa Tuhan selalu melihat kita, sehingga kita akan takut
untuk berbuat dosa. Salah satu kegiatan keagamaan yang bisa dilakukan misalnya
dengan sering mengadakan ceramah agama yang mengingatkan tentang dosa korupsi.
Setelah kita terbentengi dengan cara pertama ini kemudian muncullah suatu
keteladanan berupa sikap anti korupsi bahwa kita telah menjauhi korupsi dan
berkomitmen untuk memeranginya. Kita memelihara diri dan keluarga/orang-orang
terdekat agar tidak korupsi. Caranya bisa dengan menanamkan pendidikan anti
korupsi dalam diri keluarga, yaitu berupa nilai-nilai: kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian dan keadilan. Cara lainnya adalah dengan mencegah suami melakukan
korupsi dengan menanyakan dulu dari mana uang yang diberikan tersebut berasal, menolak
memberikan hadiah/menyuap pejabat/orang lain untuk memuluskan rencana, serta
tidak menjadi perantara suap dan tidak mau disuap. Saat pemilu misalnya, jika
ada politik uang (money politic) maka kita akan menolaknya.
Sudah
bukan rahasia lagi jika pemilu sering diwarnai dengan politik uang. Anehnya,
walaupun banyak masyarakat yang (katanya) menolak korupsi malah ikut berpesta
di dalamnya. Mereka mengambil uangnya dan atau memilih calon yang disodorkan,
lalu ketika si calon jadi (terpilih) dan melakukan keburukan-keburukan
(termasuk korupsi) masyarakat tadi ikut berteriak. Lucu, bukan? Bukankah
mereka sendiri ikut andil di dalam memilih calon-calon yang ‘busuk’ tadi? Dan
yang lebih lucu lagi adalah bagaimana bisa mantan napi kasus korupsi kembali
mencalonkan diri untuk dipilih di dalam pemilu? Mengapa tidak malu? Dan mengapa
masih ada (jika ada) yang memilih? Tidakkah kita bisa belajar dari sejarah?
Dari
sini kita menuju kepada peran serta masyarakat yang lain, yaitu meningkatkan
kepedulian sosial di antara sesama anggota masyarakat dan meningkatkan
nasionalisme. Mengapa mereka mau mengambil uang tersebut (hasil politik uang)?
Apakah karena sedang membutuhkan atau memang tidak tahu kalau itu politik uang?
Atau mungkin ada alasan lain. Untuk itu, kepada masyarakat perlu diajarkan
mengenai bagaimana modus korupsi dilakukan. Setelah mereka tahu maka mereka
bisa melakukan kontrol sosial, baik berupa menghindarkan diri dari
melakukannya, bertindak aktif memeranginya (misalnya dengan menjadi anggota LSM
anti korupsi semacam ICW atau MTI), membuat pengaduan, atau melakukan unjuk
rasa untuk melaporkan kasus korupsi.
Baca juga:
Polisi Cepek, Solusi Atau Masalah Baru
Cirebon Berproses Menjadi Smart City
Tips Menabung Ala Aku
Baca juga:
Polisi Cepek, Solusi Atau Masalah Baru
Cirebon Berproses Menjadi Smart City
Tips Menabung Ala Aku
Untuk
mengadukan kasus korupsi biasanya banyak orang yang merasa tidak aman. Baik karena
dirinya sendiri mungkin terlibat di dalam sistem tersebut, merasa terancam,
atau karena sebab lain. Ternyata, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk
mengadukan kasus korupsi namun rahasia pelapor tetap terjaga, misalnya melalui
KPK. Ada berbagai cara yang bisa dipilih untuk mengadu, yaitu dengan cara
datang langsung, melalui telepon, sms, email, surat, online, atau KWS (KPK
Wistleblower’s System). Nah, KWS inilah yang memungkinkan pelapor bisa melapor
secara rahasia tanpa takut identitasnya diketahui.
Berikut
ini adalah tahapan dari pengaduan online:
a.
Buka www.kpk.go.id, klik KWS di bagian bawah pojok
kiri. Atau bisa juga langsung ke link ini: http://kws.kpk.go.id/
b.
Baca petunjuknya
kemudian klik pada menu “Klik di Sini Untuk Melapor”.
c.
Jika belum
pernah mendaftar maka mendaftar dulu dengan menekan tombol “login”, sedangkan
jika sudah pernah mendaftar maka bisa langsung masuk ke tombol “Kirim
Pengaduan”.
d.
Ikuti petunjuk
pada halaman pengaduan sampai selesai!
e. Tidak
hanya memberi keterangan atau informasi, dalam laporan itu bisa juga memasok
berkas dokumen, foto hingga nomor kontak orang-orang yang terkait dengan
pengaduan.
Jadi,
ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah/mengatasi korupsi. Sudah
saatnya kita bicara dan mendukung pemerintah untuk membuat negara ini bebas
korupsi. Sebab dampak korupsi sangat banyak dan cepat atau lambat akan berimbas
kepada kita juga. Di antara dampak korupsi adalah dapat menyebabkan inefisiensi
biaya sehingga membengkak-kan tagihan atau meningkatkan pengeluaran
pribadi/perusahaan/harga barang dan jasa karena biaya-biaya ekstra (pungutan
tidak resmi). Kenaikan biaya-biaya tersebut sisa-sia karena jumlah dan kualitas
barang dan jasa tetap tidak naik. Akibatnya pelaksanaan kegiatan menjadi tidak
efektif dan pembangunan nasional bisa terhambat. Bukan cuma itu, korupsi juga
bisa menyebabkan kecemburuan sosial serta hilangnya kesempatan yang sama di
dalam sesuatu. Misalnya di dalam tes CPNS. Jika ada peserta yang menyuap, maka
data peserta yang lolos bisa dikorupsi. Peserta yang seharusnya lolos menjadi
tidak lolos sedangkan yang seharusnya tidak lolos menjadi lolos. Belum lagi
masalah citra, jika ada satu orang yang korupsi sekalipun maka nama organisasi/semua
orang yang bekerja di sana akan tercoreng dan membuat mereka tidak dipercaya.
Dan masih banyak lagi dampak-dampak lain dari korupsi. Jika kita peduli kepada
negara kita ini maka mulailah untuk ikut aktif di dalam mencegah korupsi. Mulailah
dari diri sendiri dan dari hal-hal yang kecil. Saat ini juga.
Wah ulasannya sangat mencerahkan bagi masyarakat dan pejabat. Mudah-mudahan aja korupsi bisa berkurang ya di Indonesia.
BalasHapussusah berantasnya,, korupsi hanya bisa hilang dari diri kita sendiri...
BalasHapusYa memang perlu kesadaran dari diri dulu mas, tapi itu bukan hal mustahil kok kalau banyak yang kerjasama buat memberantasnya. Sekalipun ya banyak rintangannya.
HapusJadi guru PKn memang menyenangkan membahas hal ini
Terimaksih gan artikelnya sangat menyentuh diri sya..
BalasHapus