Rabu, 16 Desember 2015

Meningkatkan Kepedulian Masyarakat di dalam Mencegah Korupsi



Segala penyalahgunaan dan pengambilan benda atau sesuatu yang tidak bisa dilihat secara sengaja untuk kepentingan pribadi dinamakan korupsi. Ciri-cirinya adalah adanya pengkhianatan terhadap sesuatu, penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat umum, dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus, dilakukan secara rahasia, dan melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.

Korupsi masih menjadi masalah di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Data dari Anti-Corruption Clearing House menunjukkan bahwa kasus korupsi dari tahun 2004-2014 cenderung meningkat, baik dari jumlah kasusnya, jumlah kerugian negara, maupun kualitas tindak pidananya. 



Sebenarnya korupsi sudah ada sejak dulu, namun makin keras gaungnya pasca lengsernya presiden Soeharto (yaitu mengenai korupsi finansial). Penyebabnya bisa bermacam-macam, tetapi terutama karena kurangnya iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa atau kurangnya kesejahteraan diri. Penyebab korupsi itu tidak selalu berasal dari luar, bisa juga dari diri sendiri, misalnya gaya hidup (mewah, prestise, imej, status sosial, dan lain-lain). Jangan salah, korupsi tidak selalu dilakukan oleh orang yang kekurangan finansial, koruptor kaya bahkan banyak. Bisa karena tamak, gaya hidup mewah, atau lainnya. Tak jarang juga tuntutan keluarga/masyarakat yang menyebabkan mereka berbuat demikian. Selain itu, lingkungan sekitar yang buruk dengan jaringan orang-orang yang berakhlak buruk seringkali membuat orang merasa tidak berdaya. Apalagi jika kekuasaan dimonopoli oleh para koruptor, maka bagi yang tidak ikut ‘aturan main’ akan terancam dipecat, kehilangan pekerjaan, dikucilkan, dipersulit, dipindah ke bagian yang ‘kering’, dan sebagainya. Kemudian didukung dengan adanya kesempatan dan lemahnya peraturan/hukum atau lemahnya pengawasan (kurang teliti) dan juga kecakapan koruptor di dalam mencari celah untuk melakukan korupsi dengan aman maka korupsi itu menjadi semakin mudah. 

Banyak orang yang mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. Ini tidak boleh dibiarkan. Pemerintah menyadari hal itu dan mengambil berbagai tindakan, di antaranya melalui pembentukan KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi. Meski demikian, tak cukup hanya KPK yang bergerak. Jika kita benar-benar ingin negara ini terbebas dari korupsi maka masyarakat pun perlu ambil bagian di dalamnya. 

Diakui atau tidak di dalam keseharian kita banyak ditemukan terjadinya korupsi, karena korupsi itu sendiri tidak melulu soal uang (finansial), ada juga korupsi non finansial (misalnya korupsi waktu dan korupsi pikiran/plagiatisme). Datang terlambat di suatu acara; mengaku-ngaku miskin padahal tidak (korupsi dana beasiswa), meminta dana bepergian rapat di tempat jauh padahal tidak pergi, menggunakan telepon/peralatan/perlengkapan kantor lainnya untuk keperluan pribadi, mengaku lembur padahal tidak, mengisi presensi padahal tidak kerja/tidak kerja penuh, dan sebagainya adalah termasuk beberapa contoh dari tindakan korupsi.



Jadi sebelum menghujat koruptor ada baiknya introspeksi diri terlebih dulu apakah diri sudah bersih dari korupsi. Korupsi dalam bentuk apa pun, besar atau kecil, jarang atau sering, atau bahkan jika hanya dilakukan sekali seumur hidup tetap saja namanya korupsi. Ini yang harus disadari oleh diri sendiri sehingga muncul adanya kontrol diri (self control).


Peran masyarakat dalam mengatasi korupsi

Peran serta masyarakat diartikan sebagai peran aktif organisasi masyarakat, perorangan, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Masyarakat adalah salah satu elemen penting yang harus dilibatkan jika ingin Indonesia bebas korupsi. Mengapa? Karena korupsi dilakukan secara sistematis dan membentuk jaringan. Tanpa adanya peran serta dari masyarakat dan pihak yang terkait maka penanganan korupsi sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah membuat aturan tentangnya, yaitu terdapat di dalam penggantian UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LN 1971 No. 19, TLN No. 2958) menjadi  UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam UU No. 31 Tahun 1999 pasal 41 dan 42, peran serta masyarakat adalah sebagai berikut:


Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi;
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
a. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberi informasi kepada penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi;
c. Hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
d. Hak untuk memperoleh perlindungan dalam hal:
1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c;
2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi;
(4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada norma agama dan norma sosial lainnya;
(5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.


Pasal 42

(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa dalam pencegahan, pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi;
(2) Ketentuan menganai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Selain UU No. 31 Tahun 1999 pemerintah juga mengeluarkan PP No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Dalam bentuk kegiatan, peran serta masyarakat secara riil dapat juga dilakukan dengan berbagai cara. Tentunya kita tak perlu berpikir muluk-muluk/terlalu jauh untuk mengubah yang wah, cukup berawal dari diri kita dan atau orang-orang di sekitar kita. Cara pertama adalah dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memiliki ini maka kita akan merasa selalu melihat Tuhan atau merasa Tuhan selalu melihat kita, sehingga kita akan takut untuk berbuat dosa. Salah satu kegiatan keagamaan yang bisa dilakukan misalnya dengan sering mengadakan ceramah agama yang mengingatkan tentang dosa korupsi. Setelah kita terbentengi dengan cara pertama ini kemudian muncullah suatu keteladanan berupa sikap anti korupsi bahwa kita telah menjauhi korupsi dan berkomitmen untuk memeranginya. Kita memelihara diri dan keluarga/orang-orang terdekat agar tidak korupsi. Caranya bisa dengan menanamkan pendidikan anti korupsi dalam diri keluarga, yaitu berupa nilai-nilai: kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Cara lainnya adalah dengan mencegah suami melakukan korupsi dengan menanyakan dulu dari mana uang yang diberikan tersebut berasal, menolak memberikan hadiah/menyuap pejabat/orang lain untuk memuluskan rencana, serta tidak menjadi perantara suap dan tidak mau disuap. Saat pemilu misalnya, jika ada politik uang (money politic) maka kita akan menolaknya. 


Sudah bukan rahasia lagi jika pemilu sering diwarnai dengan politik uang. Anehnya, walaupun banyak masyarakat yang (katanya) menolak korupsi malah ikut berpesta di dalamnya. Mereka mengambil uangnya dan atau memilih calon yang disodorkan, lalu ketika si calon jadi (terpilih) dan melakukan keburukan-keburukan (termasuk korupsi) masyarakat tadi ikut berteriak. Lucu, bukan? Bukankah mereka sendiri ikut andil di dalam memilih calon-calon yang ‘busuk’ tadi? Dan yang lebih lucu lagi adalah bagaimana bisa mantan napi kasus korupsi kembali mencalonkan diri untuk dipilih di dalam pemilu? Mengapa tidak malu? Dan mengapa masih ada (jika ada) yang memilih? Tidakkah kita bisa belajar dari sejarah? 

Dari sini kita menuju kepada peran serta masyarakat yang lain, yaitu meningkatkan kepedulian sosial di antara sesama anggota masyarakat dan meningkatkan nasionalisme. Mengapa mereka mau mengambil uang tersebut (hasil politik uang)? Apakah karena sedang membutuhkan atau memang tidak tahu kalau itu politik uang? Atau mungkin ada alasan lain. Untuk itu, kepada masyarakat perlu diajarkan mengenai bagaimana modus korupsi dilakukan. Setelah mereka tahu maka mereka bisa melakukan kontrol sosial, baik berupa menghindarkan diri dari melakukannya, bertindak aktif memeranginya (misalnya dengan menjadi anggota LSM anti korupsi semacam ICW atau MTI), membuat pengaduan, atau melakukan unjuk rasa untuk melaporkan kasus korupsi.


Baca juga:
Polisi Cepek, Solusi Atau Masalah Baru
Cirebon Berproses Menjadi Smart City
Tips Menabung Ala Aku


Untuk mengadukan kasus korupsi biasanya banyak orang yang merasa tidak aman. Baik karena dirinya sendiri mungkin terlibat di dalam sistem tersebut, merasa terancam, atau karena sebab lain. Ternyata, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengadukan kasus korupsi namun rahasia pelapor tetap terjaga, misalnya melalui KPK. Ada berbagai cara yang bisa dipilih untuk mengadu, yaitu dengan cara datang langsung, melalui telepon, sms, email, surat, online, atau KWS (KPK Wistleblower’s System). Nah, KWS inilah yang memungkinkan pelapor bisa melapor secara rahasia tanpa takut identitasnya diketahui. 

Berikut ini adalah tahapan dari pengaduan online:
a.    Buka www.kpk.go.id, klik KWS di bagian bawah pojok kiri. Atau bisa juga langsung ke link ini: http://kws.kpk.go.id/
b.    Baca petunjuknya kemudian klik pada menu “Klik di Sini Untuk Melapor”.
c.    Jika belum pernah mendaftar maka mendaftar dulu dengan menekan tombol “login”, sedangkan jika sudah pernah mendaftar maka bisa langsung masuk ke tombol “Kirim Pengaduan”.
d.   Ikuti petunjuk pada halaman pengaduan sampai selesai!
e.    Tidak hanya memberi keterangan atau informasi, dalam laporan itu bisa juga memasok berkas dokumen, foto hingga nomor kontak orang-orang yang terkait dengan pengaduan.

Jadi, ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah/mengatasi korupsi. Sudah saatnya kita bicara dan mendukung pemerintah untuk membuat negara ini bebas korupsi. Sebab dampak korupsi sangat banyak dan cepat atau lambat akan berimbas kepada kita juga. Di antara dampak korupsi adalah dapat menyebabkan inefisiensi biaya sehingga membengkak-kan tagihan atau meningkatkan pengeluaran pribadi/perusahaan/harga barang dan jasa karena biaya-biaya ekstra (pungutan tidak resmi). Kenaikan biaya-biaya tersebut sisa-sia karena jumlah dan kualitas barang dan jasa tetap tidak naik. Akibatnya pelaksanaan kegiatan menjadi tidak efektif dan pembangunan nasional bisa terhambat. Bukan cuma itu, korupsi juga bisa menyebabkan kecemburuan sosial serta hilangnya kesempatan yang sama di dalam sesuatu. Misalnya di dalam tes CPNS. Jika ada peserta yang menyuap, maka data peserta yang lolos bisa dikorupsi. Peserta yang seharusnya lolos menjadi tidak lolos sedangkan yang seharusnya tidak lolos menjadi lolos. Belum lagi masalah citra, jika ada satu orang yang korupsi sekalipun maka nama organisasi/semua orang yang bekerja di sana akan tercoreng dan membuat mereka tidak dipercaya. Dan masih banyak lagi dampak-dampak lain dari korupsi. Jika kita peduli kepada negara kita ini maka mulailah untuk ikut aktif di dalam mencegah korupsi. Mulailah dari diri sendiri dan dari hal-hal yang kecil. Saat ini juga.

4 komentar:

  1. Wah ulasannya sangat mencerahkan bagi masyarakat dan pejabat. Mudah-mudahan aja korupsi bisa berkurang ya di Indonesia.

    BalasHapus
  2. susah berantasnya,, korupsi hanya bisa hilang dari diri kita sendiri...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya memang perlu kesadaran dari diri dulu mas, tapi itu bukan hal mustahil kok kalau banyak yang kerjasama buat memberantasnya. Sekalipun ya banyak rintangannya.

      Jadi guru PKn memang menyenangkan membahas hal ini

      Hapus
  3. Terimaksih gan artikelnya sangat menyentuh diri sya..

    BalasHapus