Minggu, 03 Agustus 2014

BerSeRi-LAH ANAK-ANAK INDONESIA

Anak-anak merupakan mutiara yang sangat berharga. Pribadi-pribadi yang sedang berada di masa keemasan untuk mulai dikenalkan dengan dirinya dan dunia luar.  Lugu, alami, dan berkutat dalam permainan. Dunia anak adalah dunia yang menyenangkan, dunia bermain. Kekontrasan ini menjadi tantangan ketika kita mencoba mendidik anak dengan cara-cara yang menekan dan tidak menyenangkan, keluar dari konteks permainan. Mereka akan stres, berontak, dan hasil yang baik pun tak akan tercapai.

Menjadikan anak-anak Indonesia BerSeRi (Bersih, sehat, dan mandiri) tentu tak lepas dari fitrah anak-anak tadi. Intinya, menyusupkan nilai-nilai karakter tersebut ke dalam permainan mereka. Tak harus mahal atau rumit, cukup gunakan kreativitas kita. Bila kreatif, hal ini bahkan bisa dilakukan tanpa biaya. Saya masih ingat dulu ketika kecil pernah melakukan permainan semacam ini dengan sepupu saya. Dia mengajak saya untuk beradu cepat memungut sampah daun. Siapa yang mendapat sampah daun terbanyak dan tercepat lalu memasukkannya ke dalam tempat sampah dialah pemenangnya. Tak ada hadiah sebenarnya, hadiahnya adalah perasaan sebagai pemenang (juara). Kesampingkan perasaan jijik, karena kita bisa mencuci tangan setelahnya. Pengalaman lain saya alami bersama adik. Jarak umur kami sangat jauh, jadi di saat ia masih bayi saya sudah besar. Kala itu saya mengajaknya bermain terowongan. Permainan ini dibuat dengan menyusun beberapa bantal hingga membentuk terowongan, lalu kami lewat di bawahnya. Ia sangat menyukainya. Anda bisa melakukan banyak hal lain sesuai kreativitas Anda, bahan-bahan/alat-alat yang tersedia, dan minat serta sifat si anak.

Di masa saya kecil banyak sekali permainan yang mendukung anak tumbuh BerSeRi. Sebut saja engklek, egrang, dakon, bentengan, petak umpet, gobag sodor, lompat tali, ular naga, hula hoop, bongkar pasang, layang-layang, main boneka bersama, rumah-rumahan, guru dan murid, dokter dan pasien, masak-masakan, polisi dan pencuri, lempar tangkap bola, dan sebagainya. Tiap permainan membawa nilai pendidikan karakter tersendiri. Permainan yang melibatkan lebih dari satu orang melatih mereka untuk bisa bekerja sama, toleransi, bersosialisasi, menerima kekalahan, menjadi pemimpin, menyadari peran masing-masing pemain (sebagai pemimpin, bawahan, kiper, polisi, pencuri, dan lain-lain), berempati, bersiasat (mengatur strategi), melatih kecerdasan emosi, sportivitas, dan lain-lain. Permainan yang melibatkan fisik bisa meningkatkan kecerdasan kinestetik dan fleksibilitas tulang, melatih koordinasi, membuat anak menjadi tangguh, sehat, aktif, inisiatif, tangkas, dan kuat. Permainan yang dilakukan di luar ruangan membuat fisik anak kuat terhadap perubahan alam (panas dan hujan).  Dengan bermain bersama orang lain, mereka belajar untuk berinteraksi, berhubungan dengan teman yang sifatnya berbeda-beda. Mereka belajar untuk menjadi anak yang baik sehingga bisa diterima dan disukai teman-temannya. Mereka belajar untuk hidup bersih, karena jika dirinya kotor , jorok, dan bau dia akan dijauhi teman-temannya / teman-temannya dapat terganggu, mungkin juga akan disertai ejekan dari teman-temannya. Ketika dia salah/berbuat buruk, ada teman-teman yang mengingatkannya (ada kontrol sosial secara alami dari teman-temannya). Di samping itu, dia akan sehat secara emosi/mental. Manusia adalah makhluk sosial, berkumpul dan bermain bersama teman membuat emosi/mental sehat sehingga mendukung fisik yang sehat.

Belajar melalui permainan bersifat otomatis. Mereka tidak sadar telah belajar, namun nilai-nilai itu akan tertanam dalam dirinya. Suasana otak yang rileks membuka masuknya informasi sebanyak-banyaknya ke dalam otak. Ketika hal itu berulang akhirnya akan menjadi kebiasaan dan kemudian puncaknya akan menjadi karakter. Intinya adalah memilih jenis permainan yang tepat dan teman bermain yang tepat. Pilih teman bermain yang berkarakter baik tentunya agar bisa menularkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang baik terhadap anak.

Permainan yang ada dewasa ini kurang mendukung ke arah itu. Sebut saja game, PS, media sosial, smartphone/tablet, laptop, dan sebagainya; membuat anak menjadi lebih individualis, berada dalam dunianya sendiri, kurang tanggap terhadap lingkungan, apatis, emosional, kecanduan, bahkan mudah mengakses hal-hal yang belum layak dikonsumsinya. Permainan semacam itu seringkali dimainkan seorang diri dan tidak membutuhkan/hanya membutuhkan sedikit gerak sehingga tubuh menjadi kurang sehat.

Upaya untuk mendukung anak Indonesia BerSeRi ini tak lengkap rasanya tanpa adanya keteladanan dan kepercayaan. Ini kunci yang sangat penting terutama untuk memupuk kemandirian. Secara alami anak-anak suka mencoba dan membantu, namun seringkali orangtua/orang dewasa melarang mereka karena tidak mempercayainya dan tidak menyukai hasil pekerjaan/bantuan mereka. Pekerjaan itu akan dikritik dan kembali diambil alih oleh orang dewasa, anak-anak tidak boleh ikut serta/membantu. Hal semacam ini membuat anak tak mau membantu lagi. Izinkan mereka, beri apresiasi, dan tetap awasi keamanannya. Mencelanya bisa membunuh kreativitas dan inisiatifnya untuk membantu atau melakukannya sendiri. Tunjukkan cara yang benar untuk melakukannya tanpa harus memarahi, menghina, atau melarang mereka. Libatkan mereka untuk membantu aktivitas Anda sehari-hari, namun tetap dengan cara yang menyenangkan. Keteladanan dari orangtua/orang dewasa membantu memudahkan kita dalam mengarahkan si anak. Anak membutuhkan model untuk dicontoh, selain itu mereka juga membutuhkan sosok yang berintegritas. Jika kita menyuruh anak namun kita sendiri tidak melakukannya maka ia akan sulit untuk mematuhinya.


Yah, mendidik anak memang seperti mengukir di atas batu. Merupakan tantangan tersendiri untuk mencari cara yang paling tepat untuk membuat anak-anak Indonesia makin BerSeRi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar